banner 468x60

Fraksi PKS DPR RI Tolak RUU Cipta kerja, Ini Alasannya ..!

banner 468x60

READ.ID– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mengkritisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Karja yang menghilangkan syarat kewajiban beragama Islam kepada pemilik perusahaan yang ingin menyelenggarakan usaha umroh.

Buat PKS, ungkap Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, Dr H Mulyanto, penghilangan syarat tersebut sangat riskan mengingat umroh merupakan salah satu ibadah umat Islam yang setiap tahapnya diatur dalam ketentuan agama.

Anggota Komisi VII DPR RI itu menyebutkan, dalam setiap penyelenggaraan umroh ada bimbingan dan pendampingan kepada calon jamaah berdasarkan syariat Islam. Dan, ini hanya dapat dilakukan umat Islam, bukan oleh orang yang beragama di luar Islam.

Karena itu, kata politisi senior ini, PKS khawatir jika umroh dikelola perusahaan yang bukan dimiliki orang Islam akan menghilangkan substansi ibadah umroh dan hanya menyamakan umroh dengan perjalanan wisata biasa.

“Sulit membayangkan bagaimana rasanya melaksanakan umroh yang dikelola bukan orang Islam. Substansi ibadah umroh sama seperti haji yaitu meneguhkan tauhid, hanya mengakui Allah sebagai Tuhan sekaligus menolak apapun atau siapapun untuk disembah.

Lalu, apakah negara dapat menjamin orang beragama di luar Islam bisa mengajarkan masalah prinsip seperti itu secara lugas meskipun bertentangan dengan keyakinan mereka?”

Legislator Dapil III Provinsi Banten itu meminta Pemerintah jangan mencampuradukan masalah ibadah dengan kepentingan bisnis. Biarkan urusan ibadah orang Islam diselenggarakan juga orang Islam, jangan diberikan kepada orang non Islam.

Faktanya, hingga saat ini Indonesia tidak kekurangan jumlah penyelenggara umroh. Sehingga tidak ada alasan mendesak bagi Pemerintah untuk memberi izin umat lain menyelenggarakan ibadah umat Islam. “Saya meminta Pemerintah sebaiknya tetap menggunakan UU No: 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.”

Menurut Mulyanto, UU itu sudah cukup baik mengatur penyelenggaraan haji dan umroh, termasuk soal perizinan usaha.

Di Pasal 89, UU No: 8/2019 untuk bisa mendapatkan Perizinan Berusaha menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
Salah satunya adalah dimiliki dan dikelola warga negara Indonesia yang beragama Islam.

Ketentuan ini, menurut Mulyanto, pasti sudah dikaji dan dibahas secara mendalam sebelum diputuskan sehingga kalau dihapus dan diganti dengan ketentuan baru sebagaimana diatur dalam RUU Omnibus Ciptaker akan mengundang perdebatan panjang lagi.

Memberikan kemudahan buat pengusaha umroh dalam bentuk perizinan yang lebih sederhana, cepat dan murah, kata Mulyanto, tentu sangat dinantikan. Namun syarat agama Islam bagi pengusaha dan pengelola perjalanan ibadah umroh harus tetap dipertahankan.

Pemerintah harusnya faham, bagi kaum muslimin umroh itu adalah ibadah buka perjalanan wisata biasa.

Syarat di atas penting untuk memberikan rasa aman dan keyakinan bagi kaum muslimin dalam menjalankan ibadah mereka. ”

Pemerintah punya tugas sesuai dengan amanah yang termaktub dalam Pasal 29, UUD NRI tahun 1945 ayat 2, bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” demikian Dr H Mulyanto.

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 468x60