banner 468x60

Crisis Center UNG: PSBB Tahap III di Gorontalo Tidak Optimal

PSBB Gorontalo Tidak Optimal
PSBB Gorontalo Tidak Optimal
banner 468x60

READ.ID – Crisis Center Covid-19 Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap III di Provinsi Gorontalo yang akan berakhir 14 Juni 2020 berjalan tidak optimal.

PSBB Gorontalo dinilai tidak optimal disampaikan langsung Dr. Eduart Wolok, selaku Ketua Crisis Center Covid-19 UNG dalam rapat evaluasi PSBB Tahap III Provinsi Gorontalo yang dilaksanakan secara virtual bersama unsur Forkopimda, Sabtu (13/6).

Dalam paparannya, Eduart menyampaikan laporan yang berisi gambaran epidemiologi, mobilitas penduduk, analisis ekonomi, linguistik, sosio-antropologis, dan hukum.

Rektor UNG ini mengungkapkan, jika per tanggal 12 Juni 2020 nilai Rt Gorontalo sebesar 1.62, yang artinya jika nilai Rt > 1, setiap satu orang Positif Covid-19 dapat menularkan pada lebih dari satu atau dua orang. Sehingga jumlah kasus positif corona masih akan terus bertambah dan eksponensial.

“Memang tanggal 7 Juni kita berada di Rt 1.12, namun pada tanggal 12 ada kenaikan angka Rt. Artinya potensi penularan masih tinggi dan eksponensial, karena 1 orang Positif Covid-19 dapat menularkan pada lebih dari dua orang lainnya,” kata Eduart.

Padahal, kata dia, jika misalnya dilakukan pelonggaran sesuai dengan standar World Health Organization (WHO), bahwa Rt < 1 harus bertahan selama 2 minggu. Begitu pula dengan jumlah penurunan trend kasus positif minimal 50% selama 3 minggu sejak puncak terakhir.

“Rasio kasus konfirmasi positif menurun selama dua sampai empat minggu dan harus ada penurunan jumlah kematian Covid-19 selama dua minggu terakhir. Merujuk standar WHO tersebut, maka pandemi Covid-19 di Gorontalo belum bisa dikategorikan terkendali,” jelasnya.

Oleh sebab itu, katanya, Covid-19 Crisis Center UNG merekomendasikan agar penegakan kepatuhan harus dioptimalkan. Apalagi saat masih pelaksanaan PSBB Tahap III banyak pelanggaran terhadap protokol yang telah ditetapkan pada Peraturan Gubernur. Selain itu, perlu pelibatan komunitas dan masyarakat secara aktif dalam penanganan pandemik corona.

“Rakyat dan berbagai organisasi masyarakat sipil harus dilibatkan dalam penanganan ini, karena kuncinya adalah partisipasi publik. Tidak boleh hanya pemerintah saja. Tanpa partisipasi publik, maka dipastikan penanganan pandemi akan gagal,” tandasnya. (Aprie/RL/Read)

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 468x60